Perkembangan Sel-Sel Spermatogenik dan Kualitas Sperma Pascapemberian Ekstrak Pegagan (Centella asiatica)
Solihati N1, Purwantara B2, Supriatna I2, Winarto A3
1Fakultas Peternakan Universitas Padjadjaran Bandung, Jl. Raya Bandung Sumedang KM 21
E-mail: nurcholidah@yahoo.com
2Departemen Klinik, Reproduksi dan Patologi, Fakultas Kedokteran Hewan Institut Pertanian Bogor
3Departemen Anatomi, Fisiologi dan Farmakologi, Fakultas Kedokteran Hewan Institut Pertanian Bogor
(Diterima 3 Juni 2013; Disetujui 20 Agustus 2013)
ABSTRACT
Solihati N, Purwantara P, Supriatna I, Winarto A. 2013. Development of spermatogenic cells and sperm quality after administration of pegagan extract (Centella asiatica). JITV 18(3): 192-201. DOI: 10.14334/jitv.v18i3.321.
The purpose of this study was to determine the development of spermatogenic cells and sperm quality after administration extracts of pegagan (Centella asiatica) in various doses and duration of administration. The research was carried out with complete randomized design (CRD), consist of 16 combinations of dose and duration of treatment. Parameters measured consist of population of spermatogenic cells (spermatogonia, primary spermatocytes, late spermatids) and sperm quality (concentration, motility, abnormality). The data were processed using analysis of variance (ANOVA), and differences between treatments followed by Duncan test. The results show that both the dose and duration have very significantly (p < 0.01) affect on decreasing of late spermatid population, sperm motility and concentration, but not for population of spermatogonia, primary spermatocytes and sperm abnormalities. The decrease of population and quality may due to antifertility effect of pegagan, eventhough still in the normal range. It is concluded that spermatogenic cells development and sperm quality reduce after administration of pegagan extract, although infertility is not yet found up to the dose of 450 mg/kg BW for 49 days duration of administration.
Key Words: Spermatogenic, Sperm Quality, Pegagan Extract
ABSTRAK
Solihati N, Purwantara P, Supriatna I, Winarto A. 2013. Perkembangan sel-sel spermatogenik dan kualitas sperma pascapemberian ekstrak pegagan (Centella asiatica). JITV 18(3): 192-201. DOI: 10.14334/jitv.v18i3.321.
Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui perkembangan sel-sel spermatogenik dan kualitas sperma pascapemberian ekstrak pegagan. Penelitian ini dilakukan dengan rancangan acak lengkap (RAL) terdiri dari 16 kombinasi perlakuan dosis dan lama pemberian. Parameter yang diukur terdiri dari populasi sel spermatogenik (spermatogonia, spermatosit primer, spermatid akhir) dan kualitas sperma (konsentrasi, motilitas, abnormalitas). Data yang diperoleh diolah dengan menggunakan analisis varian (ANOVA), selanjutnya perbedaan antar perlakuan dilanjutkan dengan Uji Duncan. Hasil penelitian menunjukkan bahwa baik dosis maupun lama pemberian memberikan pengaruh sangat nyata (p < 0,01) terhadap penurunan populasi spermatid akhir, motilitas dan konsentrasi sperma, namun tidak berpengaruh nyata (p > 0,05) terhadap populasi spermatogonia dan spermatosit primer maupun abnormalitas sperma. Penurunan yang terjadi diduga sebagai efek antifertilitas yang dimiliki pegagan, namun masih berada pada kisaran normal. Disimpulkan bahwa perkembangan sel spermatogenik dan kualitas sperma menurun pascapemberian ekstrak pegagan, namun infertilitas belum ditemukan sampai dengan dosis 450 mg/kg BB dengan lama pemberian 49 hari.
Kata Kunci: Spermatogenik, Kualitas Sperma, Ekstrak Pegagan
PENDAHULUAN
Perkembangan sel-sel spermatogenik di dalam tubuli seminiferi testis dan kualitas sperma merupakan indikator untuk mengontrol fertilitas dari suatu individu. Sel-sel spermatogenik seperti spermatogonia, spermatosit dan spermatid merupakan cikal bakal terbentuknya spermatozoa, sehingga keberadaan sel-sel spermatogenik di tubuli seminiferi testis merupakan titik tolak untuk menilai fertilitas. Demikian pula halnya dengan kualitas sperma seperti motilitas, konsentrasi dan abnormalitas. Baik sel-sel spermatogenik maupun kualitas sperma dapat dikendalikan untuk mengontrol fertilitas dan dapat dijadikan parameter untuk melihat efek antifertilitas dari suatu bahan.
Pegagan (Centella asiatica) atau disebut juga antanan merupakan salah satu tanaman obat yang sudah digunakan secara luas untuk mengobati berbagai macam penyakit. Pegagan telah dilaporkan pula mengandung berbagai macam senyawa yaitu triterpenoid, minyak essensial, flavonoid dan komponen lain seperti polisakarida, polyyne-alkene, asam amino, asam lemak, sesquiterpen, alkaloid, sterol, carotenoid, tannin, klorofil, pektin, garam inorganik, dan lain-lain. (Zheng dan Qin 2007). Melalui pendekatan kemoterapi yang dilakukan oleh para peneliti, menunjukkan bahwa berbagai jenis senyawa bioaktif yang terkandung pada tumbuhan, terutama senyawa-senyawa yang berasal dari golongan steroid, alkaloid, isoflavonoid, triterpenoid, xanthon, tannin, flavonoid, dan quinon memiliki aktivitas sebagai bahan antifertilitas (Farnsworth dan Waller 1982; Joshi et al. 2011). Isothankuniside dan Methyl-5-hydroxy-3, 6-diketo-23 (or 24)-norurs-12-en-28-oate dilaporkan merupakan kandungan utama pegagan yang berperan untuk aktivitas antifertilitas pada mencit betina karena dapat menurunkan fertilitas (Singh et al. 2011).
Beberapa peneliti telah melaporkan bahwa pegagan memiliki aktivitas antifertilitas pada tikus jantan (Noor dan Ali 2004), degenerasi spermatozoa, penurunan jumlah sperma dan sperma motil pada tikus (Heidari et al. 2007), menyebabkan beberapa degenerasi sel-sel spermatogenik dan penurunan spermatozoa dalam lumen tubuli seminiferi (Yunianto et al. 2010). Berkaitan dengan aktivitas pegagan sebagai bahan antifertilitas, masih banyak informasi yang dibutuhkan karena informasi yang ada masih sangat terbatas. Sejauh ini, masih diperlukan serangkaian penelitian untuk memastikan bahwa pegagan merupakan bahan yang memiliki efek antifertilitas pada jantan, salah satunya mengenai dosis dan lama pemberian pegagan yang menimbulkan efek antifertilitas. Adapun tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui perkembangan sel spermatogenik tubuli seminiferi dan kualitas sperma tikus pascapemberian ekstrak pegagan pada berbagai dosis dan lama pemberian.
MATERI DAN METODE
Hewan coba
Penelitian ini menggunakan hewan coba tikus putih jantan (Rattus norvegicus) galur Sprague Dawley dewasa, umur 12 minggu sebanyak 48 ekor.
Alat dan bahan penelitian
Alat yang digunakan dalam penelitian ini adalah kandang hewan coba, timbangan analitik, sonde lambung, alat bedah, perlengkapan evaluasi kualitas sperma, kamar hitung Neubauer, mikrotom, dan mikroskop. Bahan dasar yang diperlukan pada penelitian ini adalah ekstrak pegagan. Bahan lain diantaranya obat anastesi (Ketamine), buffer normal formalin (BNF) 10%, bahan untuk evaluasi kualitas sperma, alkohol, etanol, xylol dan paraffin.
Persiapan penelitian
Hewan coba diadaptasikan dalam kandang pemeliharaan berukuran 41 cm x 31 cm x 20 cm selama dua minggu. Pakan (protein 18%, lemak 5%, serat 5%, abu 8%, kadar air 12%) dan air minum diberikan ad libitum.
Ekstraksi tanaman pegagan dilakukan di laboratorium uji Balai Penelitian Tanaman Rempah dan Obat (BALITRO) dengan prosedur sebagai berikut:tanaman pegagan yang digunakan berasal dari bagian daun dan batang dikoleksi dan dicuci. Setelah itu dikering anginkan pada suhu ruang sampai kering selama sekitar lima hari. Kemudian dihaluskan dengan mesin penggiling, serbuk yang dihasilkan ditimbang. Selanjutnya dimasukkan dalam panci stainless dan ditambahkan pelarut ethanol 70% dengan perbandingan 1 : 5 (bahan : pelarut) sehingga bahan terendam dan mudah dikocok. Lama pengadukan selama tiga jam kemudian diendapkan semalam. Selanjutnya disaring dengan kertas saring Wismen untuk mendapatkan filtratnya, kemudian dipekatkan dengan menggunakan rotary evaporator sampai pelarut menguap, sehingga pada akhirnya diperoleh ekstrak yang kental.
Rancangan percobaan
Penelitian ini dilakukan dengan rancangan acak lengkap (RAL), terdiri dari 16 kombinasi perlakuan dosis dan lama pemberian sebagai berikut:
1. 0 mg/kg BB, hanya diberi air dengan lama pemberian 28 hari.
2. 0 mg/kg BB, hanya diberi air dengan lama pemberian 35 hari.
3. 0 mg/kg BB, hanya diberi air dengan lama pemberian 42 hari.
4. 0 mg/kg BB, hanya diberi air dengan lama pemberian 49 hari.
5. Dosis 50 mg/kg BB dengan lama pemberian 28 hari.
6. Dosis 50 mg/kg BB dengan lama pemberian 35 hari.
7. Dosis 50 mg/kg BB dengan lama pemberian 42 hari.
8. Dosis 50 mg/kg BB dengan lama pemberian 49 hari.
9. Dosis 150 mg/kg BB dengan lama pemberian 28 hari.
10. Dosis 150 mg/kg BB dengan lama pemberian 36 hari.
11. Dosis 150 mg/kg BB dengan lama pemberian 42 hari.
12. Dosis 150 mg/kg BB dengan lama pemberian 49 hari.
13. Dosis 450 mg/kg BB dengan lama pemberian 28 hari.
14. Dosis 450 mg/kg BB dengan lama pemberian 35 hari.
15. Dosis 450 mg/kg BB dengan lama pemberian 42 hari.
16. Dosis 450 mg/kg BB dengan lama pemberian 49 hari.
Setiap perlakuan terdiri dari tiga ulangan, masing-masing ulangan terdiri dari satu ekor hewan, sehingga hewan yang digunakan berjumlah 48 ekor.
Parameter
Parameter yang diukur terdiri dari kualitas sperma dan populasi sel spermatogenik. Kualitas sperma terdiri dari konsentrasi, motilitas dan abnormalitas, sedangkan populasi sel spermatogenik terdiri dari populasi spermatogonia, spermatosit primer dan spermatid akhir.
Pemberian perlakuan
Ekstrak kental pegagan ditimbang sesuai dengan perlakuan dosis, selanjutnya dilarutkan dalam aquabides. Pemberian dilakukan dengan cara cekok menggunakan sonde lambung setiap pagi antara jam 06.00-08.00.
Prosedur sampling hewan coba
Pada akhir perlakuan (sesuai dengan perlakuan lama pemberian), tikus dianastesi intraperitoneal dengan ketamine 10 mg/100 gram BB. Selanjutnya dilakukan pengambilan organ testis dan epididimis untuk evaluasi sel spermatogenik dan kualitas sperma.
Evaluasi kualitas sperma
Sampel sperma diambil dari bagian cauda epididimis dengan cara menyayat dan menekan bagian cauda sehingga sperma keluar. Selanjutnya sperma ditampung di object glass untuk selanjutnya dilakukan evaluasi terhadap motilitas, konsentrasi dan abnormalitas sperma.
Konsentrasi spermatozoa
Penghitungan konsentrasi spermatozoa dilakukan dengan Neubauer chamber dengan cara sebagai berikut: semen dari cauda epididimis diambil 1 µl dengan mikropipet dan dicampurkan dengan larutan formolsalin sebanyak 499 µl di dalam mini tube effendorf, sehingga pengenceran yang dilakukan yaitu 1 : 500. Selanjutnya campuran dihomogenkan lalu diteteskan pada kamar hitung Neubauer dan dilakukan penghitungan dibawah mikroskop dengan pembesaran 40 kali. Penghitungan spermatozoa dilakukan terhadap lima kamar dari sebanyak 25 kamar hitung yang ada dengan arah diagonal (sudut kanan atas dan bawah, sudut kiri atas dan bawah, serta tengah). Jumlah spermatozoa yang diperoleh dari penjumlahan lima kamar kemudian dikalikan 25 x 106 sel/ml.
Motilitas spermatozoa
Pengamatan motilitas spermatozoa dilakukan dengan cara mencampurkan satu tetes semen dari cauda epididimis dengan dua tetes NaCl fisiologis di atas object glass secara merata. Kemudian dari campuran tersebut diambil sedikit dan ditutup dengan cover glass untuk selanjutnya dilakukan pengamatan di bawah mikroskop dengan pembesaran objektif 10 kali. Spermatozoa yang bergerak ke depan diamati dibandingkan dengan yang tidak bergerak atau bergerak di tempat, dan dinyatakan dalam persentase.
Abnormalitas spermatozoa
Pengamatan terhadap spermatozoa abnormal dilakukan dengan cara mengambil satu tetes semen yang berasal dari cauda epididimis di atas object glass kemudian ditetesi dengan tiga tetes eosin negrosin, lalu diaduk sampai rata. Selanjutnya dibuat preparat ulas pada object glass yang lain kemudian dibiarkan sampai kering untuk selanjutnya diamati di bawah mikroskop dengan pembesaran objektif 10 kali. Penghitungan dilakukan terhadap spermatozoa berbentuk abnormal yaitu sperma dengan ekor melingkar dan kepala putus, kemudian dibandingkan dengan jumlah spermatozoa yang ada dalam lapang pandang dan dinyatakan dalam persen.
Prosedur histomorfologi tubulus seminiferus dan evaluasi populasi sel spermatogenik
Evaluasi histomorfologi tubulus seminiferus dilakukan untuk menentukan perkembangan sel-sel spermatogenik di dalam tubuli seminiferi. Spesimen yang diambil adalah testis, yang kemudian dimasukan kedalam larutan BNF 10% untuk difiksasi selama minimal satu minggu. Sampel jaringan yang telah difiksasi di trimming dengan ketebalan sekitar 2 mm, selanjutnya dilakukan dehidrasi dengan rangkaian alkohol bertingkat (70, 80, 90, dan 95%) dan di clearing dengan larutan xylol, setelah itu di parafinasi, kemudian organ dicetak (embedding) dengan paraffin. Selanjutnya dipotong dengan rotary microtome dengan ketebalan 4-5 µm. Pada tahap terakhir hasil potongan diwarnai dengan hematoksilin dan eosin (HE).
Perhitungan populasi sel spermatogenik dilakukan dengan menggunakan mikroskop cahaya pembesaran objektif 100 kali, dilakukan pada lima tubuli seminiferi untuk setiap ulangan perlakuan.Perhitungan populasi
sel spermatogenik meliputi: spermatogonia, spermatosit primer dan spermatid akhir yang tampak dalam bentuk kepala spermatozoa dan sebagian ekor.
Analisis data
Data yang diperoleh diolah dengan menggunakan analisis varian (ANOVA), dan untuk mengetahui perbedaan antar perlakuan dilanjutkan dengan Uji Duncan. Data diolah dengan menggunakan program SPSS versi 19.
HASIL DAN PEMBAHASAN
Populasi sel spermatogenik
Sel-sel spermatogenik yang dievaluasi pada penelitian ini terdiri dari spermatogonia, spermatosit primer dan spermatid akhir. Gambaran sel-sel spermatogenik ditampilkan pada Gambar 1.
Gambar 1. Penampang tubuli seminiferi testis yang berisi sel-sel spermatogenik: a) spermatogonia, b) spermatosit primer, c) spermatid akhir (pewarnaan hematoksilin-eosin (HE), pembesaran objektif 100 kali)
Sel spermatogonia
Populasi sel spermatogonia pascapemberian ekstrak pegagan dapat dilihat pada Tabel 1 yang menunjukkan adanya penurunan populasi sel spermatogonia pascapemberian ekstrak pegagan. Hasil analisis ragam menunjukkan bahwa perlakuan kombinasi dosis dan lama pemberian memberikan pengaruh yang tidak berbeda nyata (p > 0,05) terhadap populasi sel spermatogonia, walaupun tampak terjadi penurunan populasi sel spermatogonia.
Tabel 1. Rata-rata populasi sel spermatogonia dan simpangan baku pada berbagai perlakuan kombinasi dosis dan lama pemberian ekstrak pegagan
Perlakuan dosis dan lama pemberian |
Populasi sel spermatogonia (sel) |
Simpangan baku |
0 mg/kg BB selama 28 hari |
67,9 |
5.23 |
0 mg/kg BB selama 35 hari |
58,6 |
0,57 |
0 mg/kg BB selama 42 hari |
58,5 |
1,27 |
0 mg/kg BB selama 49 hari |
60,8 |
0,57 |
50 mg/kg BB selama 28 hari |
64,9 |
12.02 |
50 mg/kg BB selama 35 hari |
58,7 |
13,44 |
50 mg/kg BB selama 42 hari |
58,5 |
3,82 |
50 mg/kg BB selama 49 hari |
59,0 |
2,26 |
150 mg/kg BB selama 28 hari |
60,4 |
0.85 |
150 mg/kg BB selama 35 hari |
51,9 |
1,56 |
150 mg/kg BB selama 42 hari |
53,6 |
17,54 |
150 mg/kg BB selama 49 hari |
61,3 |
0,99 |
450 mg/kg BB selama 28 hari |
57,2 |
4.81 |
450 mg/kg BB selama 35 hari |
52.5 |
3,82 |
450 mg/kg BB selama 42 hari |
48,1 |
8,34 |
450 mg/kg BB selama 49 hari |
49,6 |
2,26 |
Hasil ANOVA menunjukkan perlakuan tidak berbeda nyata (p > 0.05)
Hasil ini menunjukkan bahwa perlakuan kombinasi dosis dan lama pemberian ekstrak pegagan tidak memberikan pengaruh yang nyata (p > 0,05) terhadap penurunan populasi spermatogonia, yang berarti bahwa senyawa aktif yang terkandung dalam ekstrak pegagan tidak menyebabkan kerusakan terhadap spermatogonia. Dengan demikian berarti bahwa spermatogonia yang terdapat di tubuli seminiferi dapat dipertahankan keberadaannya untuk selanjutnya menjalani spermatogenesis.
Hasil ini menunjukkan bahwa populasi spermatogonia tidak dipengaruhi oleh pemberian ekstrak pegagan, sehingga apabila pegagan digunakan sebagai alternatif kontrasepsi pria maka efek antifertilitas yang ditimbulkan tidak sampai mengakibatkan kerusakan pada spermatogonia yang memungkinkan terbentuknya spermatozoa bila pengaruh ekstrak dihilangkan, sehingga infertilitas yang terjadi bersifat sementara.
Sel spermatosit primer
Populasi sel spermatosit primer pascapemberian ekstrak pegagan dapat dilihat pada Tabel 2. Berdasarkan Tabel 2 menunjukkan adanya penurunan populasi sel spermatosit primer pascapemberian ekstrak pegagan.
Hasil analisis ragam menunjukkan bahwa baik dosis maupun lama pemberian memberikan pengaruh yang tidak berbeda nyata (p > 0,05) terhadap populasi sel spermatosit primer, walaupun terjadi penurunan jumlah spermatosit primer dibandingkan dengan kontrol. Hasil ini menunjukkan bahwa perkembangan spermatogonia menuju spermatosit primer tidak mengalami hambatan pasca pemberian ekstrak pegagan.
Tabel 2. Rata-rata populasi sel spermatosit primer dan simpangan baku pada berbagai perlakuan kombinasi dosis dan lama pemberian ekstrak pegagan
Perlakuan dosis dan lama pemberian |
Populasi sel spermatosit primer (sel) |
Simpangan baku |
0 mg/kg BB selama 28 hari |
63,50 |
6,65 |
0 mg/kg BB selama 35 hari |
62,50 |
8,34 |
0 mg/kg BB selama 42 hari |
62,70 |
2,40 |
0 mg/kg BB selama 49 hari |
64,90 |
5,80 |
50 mg/kg BB selama 28 hari |
61,40 |
11,60 |
50 mg/kg BB selama 35 hari |
59,80 |
5,66 |
50 mg/kg BB selama 42 hari |
61,50 |
9,19 |
50 mg/kg BB selama 49 hari |
64,10 |
2,12 |
150 mg/kg BB selama 28 hari |
58,60 |
2,83 |
150 mg/kg BB selama 35 hari |
54,70 |
5,52 |
150 mg/kg BB selama 42 hari |
54,80 |
8,77 |
150 mg/kg BB selama 49 hari |
56,60 |
3,39 |
450 mg/kg BB selama 28 hari |
61,20 |
0,85 |
450 mg/kg BB selama 35 hari |
52,30 |
4,67 |
450 mg/kg BB selama 42 hari |
49,80 |
5,94 |
450 mg/kg BB selama 49 hari |
63,40 |
2,26 |
Hasil ANOVA menunjukkan perlakuan tidak berbeda nyata (p > 0.05)
Sel spermatid akhir
Populasi spermatid akhir pascapemberian ekstrak pegagan dapat dilihat pada Tabel 3. Berdasarkan Tabel 3 menunjukkan bahwa populasi sel spermatid akhir menurun pasca pemberian ekstrak pegagan. Hasil analisis ragam menunjukkan bahwa perlakuan kombinasi dosis dan lama pemberian memberikan pengaruh sangat nyata (p < 0,01) terhadap penurunan populasi spermatid akhir. Hasil uji lanjut Duncan menunjukkan bahwa perlakuan dosis 450 mg/kg BB, 50 mg/kg BB dan 150 mg/kg BB menghasilkan populasi spermatid akhir yang nyata (p < 0,05) lebih rendah dibandingkan dengan dosis 0 mg/kg BB. Dosis 450 mg/kg BB menghasilkan jumlah spermatid akhir terendah namun tidak berbeda nyata dengan dosis 50 mg/kg BB, disusul berturut-turut oleh perlakuan 150 mg/kg BB dan 0 mg/kg BB. Perlakuan dosis yang dikombinasikan dengan lama pemberian 49 hari menghasilkan jumlah spermatid akhir terendah dibandingkan dengan lama pemberian yang lain kecuali pada dosis 150 mg/kg BB. Hasil ini menunjukkan bahwa pemberian ekstrak pegagan berpengaruh pada saat pembentukan spermatid akhir. Terjadinya penurunan tersebut kemungkinan disebabkan terganggunya pembelahan meiosis saat spermatogenesis, yaitu saat spermatosit primer melakukan pembelahan meiosis pertama membentuk spermatosit sekunder dan pada saat spermatosit sekunder melakukan meiosis kedua menjadi spermatid. Lebih lanjut, hal tersebut akan berpengaruh terhadap pembentukan spermatozoa dewasa yang dibutuhkan untuk proses fertilisasi. Menurut Obianime (2010), peningkatan sel sperma prematur berkaitan dengan stimulasi mitosis sel-sel germinal dengan penghambatan pembelahan meiosis yang menyebabkan penghentian maturasi sel sperma pada beberapa tahap perkembangan.
Tabel 3. Rata-rata populasi sel spermatid akhir dan simpangan baku pada berbagai perlakuan kombinasi dosis dan lama pemberian ekstrak pegagan
Perlakuan dosis dan lama pemberian |
Populasi sel spermatid akhir (sel) |
Simpangan baku |
0 mg/kg BB selama 28 hari |
118,50d |
8,34 |
0 mg/kg BB selama 35 hari |
92,00bc |
10,18 |
0 mg/kg BB selama 42 hari |
104,35cd |
7,42 |
0 mg/kg BB selama 49 hari |
76,60ab |
13,86 |
50 mg/kg BB selama 28 hari |
65,30a |
9,48 |
50 mg/kg BB selama 35 hari |
65,40a |
6,51 |
50 mg/kg BB selama 42 hari |
58,00a |
5,67 |
50 mg/kg BB selama 49 hari |
59,80a |
0,57 |
150 mg/kg BB selama 28 hari |
90,80bc |
8,34 |
150 mg/kg BB selama 35 hari |
60,20a |
0,28 |
150 mg/kg BB selama 42 hari |
74,40ab |
7,07 |
150 mg/kg BB selama 49 hari |
73,30ab |
10,89 |
450 mg/kg BB selama 28 hari |
64,60a |
2,55 |
450 mg/kg BB selama 35 hari |
57,80a |
11,88 |
450 mg/kg BB selama 42 hari |
62,90a |
10,04 |
450 mg/kg BB selama 49 hari |
55,70a |
10,32 |
Angka-angka pada kolom yang sama yang diikuti oleh huruf yang tidak sama berbeda nyata pada taraf uji 5% (uji selang berganda Duncan)
Adanya gangguan terhadap spermatogenesis berkaitan dengan kandungan bahan aktif yang terdapat pada ekstrak pegagan seperti flavonoid. Bhargava (1989) melaporkan bahwa perlakuan dengan flavonoid menyebabkan kerusakan pada tahap akhir spermatogenesis. Zha et al. (2008) menyatakan bahwa mekanisme kerja obat antifertilitas pada jantan berkaitan dengan apoptosis sel-sel spermatogenik. Selain itu, penurunan jumlah spermatid akhir dapat pula disebabkan penurunan kadar testosteron. Sewani-Rusike dan Gundidza (2011) melaporkan bahwa penurunan spermatogenesis berkaitan dengan kekurangan testosteron. Efek antiandrogenik dapat melalui fungsi hypothalamus dan hipophisa anterior atau secara langsung terhadap testis. Hormon gonadotropin yaitu LH dan FSH adalah regulator spermatogenesis. LH meningkatkan transport kolesterol ke dalam mitokondria dari sitosol di dalam sel Leydig (Barlow et al. 2003). FSH dan testosteron secara sinergis berperan dalam maturasi sel-sel germinal (Haywood et al. 2003). Testosteron sendiri dapat menginduksi maturasi sel-sel germinal secara independent dari aktivitas FSH (Spaliviero et al. 2004).
Hasil ini menunjukkan pula bahwa apabila pegagan digunakan sebagai alternatif kontrasepsi pria, maka pengaruh yang ditimbulkan tidak akan bersifat permanen karena yang terpengaruh adalah pada tahap pembentukan spermatid akhir dan bukan pada tahap spermatogonia yang merupakan asal mula terbentuknya spermatozoa yang diperlukan untuk proses reproduksi.
Kualitas sperma
Motilitas sperma
Motilitas sperma pascapemberian ekstrak pegagan dapat dilihat pada Tabel 4. Berdasarkan Tabel 4 menunjukkan adanya penurunan motilitas pasca pemberian ekstrak pegagan. Dosis 450 menghasilkan motilitas terendah, disusul oleh dosis 50 mg/kg BB, 150 mg/kg BB dan 0 mg/kg BB.
Hasil analisis ragam menunjukkan bahwa perlakuan kombinasi dosis dan lama pemberian memberikan pengaruh sangat nyata (p < 0,01) terhadap motilitas sperma. Hasil uji lanjut Duncan menunjukkan bahwa perlakuan dosis 450 menghasilkan motilitas yang nyata (p < 0,05) lebih rendah dibandingkan dengan dosis 50 mg/kg BB, 150 mg/kg BB dan 0 mg/kg BB kecuali pada perlakuan dosis yang dikombinasikan dengan lama pemberian selama 49 hari. Perlakuan dosis yang dikombinasikan dengan lama pemberian 28, 35 dan 42 hari menghasilkan motilitas yang tidak berbeda nyata, namun nyata (p < 0,05) lebih rendah dibandingkan dengan lama pemberian 49 hari. Hal ini kemungkinan disebabkan pada perlakuan 49 hari, sperma yang terdapat pada epididimis merupakan sperma hasil spermatogenesis yang baru dan hanya sebentar terpengaruh oleh perlakuan ekstrak pegagan, dimana sperma yang sudah lama terbentuk dan terpengaruh oleh ekstrak pegagan sudah terserap kembali oleh tubuh. Sperma yang terdapat di dalam epididimis memiliki siklus hidup, dimana pada suatu rentang waktu tertentu sperma tersebut akan diserap kembali oleh tubuh apabila tidak diejakulasikan.
Motilitas yang dihasilkan setelah perlakuan ekstrak pegagan 50, 150 dan 450 mg/kg BB lebih rendah dibandingkan 0 mg/kg BB kemungkinan karena berkurangnya bahan nutrisi yang digunakan sebagai sumber energi untuk sperma. Hal ini mungkin disebabkan adanya zat penghambat yang dikandung oleh ekstrak pegagan untuk pembentukkan zat-zat nutrisi tersebut.
Mekanisme kerja ekstrak pegagan terhadap penurunan motilitas sperma belum diketahui, namun beberapa peneliti melaporkan bahwa immobilitas sperma yang disebabkan oleh kandungan senyawa pada tanaman dapat berupa kematian sel (Lohiya et al. 2000), kerusakan sel membrane (Chakrabarti et al. 2003), penurunan ATP dan kerusakan kromatin (Hikim et al. 2000). Hasil penelitian ini menunjukkan kemungkinan adanya efek spermisid dari ekstrak pegagan yang berasal dari kandungan triterpen dan saponin yang merusak sperma. Toksisitas saponin mungkin terhadap permukaan sel sperma yang menyebabkan kerusakan membran sel sehingga motilitas sperma menurun, sejalan pula dengan penghambatan enzim tertentu (hyaluronidase dan acrosin) yang diperlukan untuk sintesis protein. Kemungkinan lain yaitu disebabkan kandungan glukosida triterpen dalam ekstrak pegagan dapat menghambat proses katabolisme substrat untuk memperoleh energi. Terhambatnya sintesis ATP sejak tahap spermatid dan terhambatnya metabolisme karbohidrat di epididimis menyebabkan maturasi sperma terganggu sehingga motilitas menurun.
Tabel 4. Rata-rata motilitas sperma dan simpangan baku pada berbagai perlakuan kombinasi dosis dan lama pemberian ekstrak pegagan
Perlakuan dosis dan lama pemberian |
Motilitas sperma (%) |
Simpangan baku |
0 mg/kg BB selama 28 hari |
70,00bc |
0,00 |
0 mg/kg BB selama 35 hari |
73,33c |
0,17 |
0 mg/kg BB selama 42 hari |
71,67bc |
0,17 |
0 mg/kg BB selama 49 hari |
75,00c |
0,00 |
50 mg/kg BB selama 28 hari |
60,00a |
0,00 |
50 mg/kg BB selama 35 hari |
66,67abc |
0,36 |
50 mg/kg BB selama 42 hari |
63,33ab |
0,36 |
50 mg/kg BB selama 49 hari |
71,67bc |
0,17 |
150 mg/kg BB selama 28 hari |
66,67abc |
0,36 |
150 mg/kg BB selama 35 hari |
70,00bc |
0,53 |
150 mg/kg BB selama 42 hari |
70,00bc |
0,00 |
150 mg/kg BB selama 49 hari |
70,00bc |
0,00 |
450 mg/kg BB selama 28 hari |
60,00a |
0,00 |
450 mg/kg BB selama 35 hari |
60,00a |
0,00 |
450 mg/kg BB selama 42 hari |
60,00a |
0,65 |
450 mg/kg BB selama 49 hari |
70,00bc |
0,00 |
Angka-angka pada kolom yang sama yang diikuti oleh huruf yang tidak sama berbeda nyata pada taraf uji 5% (uji selang berganda Duncan)
Berdasarkan hasil yang diperoleh, nampak bahwa walaupun terjadi penurunan, namun motilitas yang dihasilkan setelah pemberian ekstrak pegagan masih dalam kisaran normal untuk bereproduksi, yaitu berkisar antara 70-75% untuk dosis 0 mg/kg BB dan 60,00-71,67% setelah diberi perlakuan dosis 50, 150 dan 450 mg/kg BB. Motilitas sperma hasil penelitian ini hampir sebanding dengan motilitas hasil perlakuan tanaman lain yang berpotensi antifertilitas. Salman dan Adesokan (2007) melaporkan motilitas 52,17% pada tikus kontrol dan 67,50-77,50% pada tikus yang diberi ekstrak Enantia chlorantha. Demikian pula laporan Chauhan et al. (2008) melaporkan motilitas 79,1% pada tikus kontrol dan 54% pada tikus yang diberi ekstrak Aegle marmelos. Sathiyaraj et al. (2010) melaporkan motilitas 94% pada tikus kontrol dan 38,7-68,6% pada tikus yang diberi ekstrak daun Aegle marmelos.
Konsentrasi sperma
Konsentrasi sperma pascapemberian ekstrak pegagan dapat dilihat pada Tabel 5 yang menunjukkan bahwa terjadi penurunan konsentrasi sperma pascapemberian ekstrak pegagan. Dosis 450 menghasilkan konsentrasi terendah, disusul oleh dosis 50 mg/kg BB, 150 mg/kg BB dan 0 mg/kg BB kecuali pada perlakuan dosis yang dikombinasikan dengan lama pemberian selama 35 hari.
Hasil analisis ragam menunjukkan bahwa perlakuan kombinai dosis dan lama pemberian memberikan pengaruh sangat nyata (p < 0,01) terhadap konsentrasi sperma. Hasil uji lanjut Duncan menunjukkan bahwa perlakuan dosis 450 mg/kg BB selama 49 hari menghasilkan konsentrasi terendah dan berbeda nyata (p < 0,05) dengan perlakuan 0 mg/kg BB dan 150 mg/kg BB selama 35 dan 42 hari. Perlakuan dosis yang dikombinasikan dengan lama pemberian 49 hari menghasilkan konsentrasi paling rendah dibanding lama pemberian 42, 28 dan 35 hari.
Adanya penurunan konsentrasi sperma kemungkinan karena terjadinya penghambatan pada spermatogenesis khususnya spermiogenesis yaitu pada saat transformasi morfologik spermatid berdifferensiasi sepenuhnya membentuk spermatozoa. Penghambatan tersebut dapat berupa penghambatan suplai senyawa kimia yang dibutuhkan atau adanya senyawa penghambat terhadap proses tersebut.
Tabel 5. Rata-rata konsentrasi sperma dan simpangan baku pada berbagai perlakuan kombinasi dosis dan lama pemberian ekstrak pegagan
Perlakuan dosis dan lama pemberian |
Konsentrasi sperma (Juta sel/ml) (sel) |
Simpangan baku |
0 mg/kg BB selama 28 hari |
1 183,33cde |
276,51 |
0 mg/kg BB selama 35 hari |
1 308,33de |
308,33 |
0 mg/kg BB selama 42 hari |
991,67bcd |
87,80 |
0 mg/kg BB selama 49 hari |
900,00abcd |
319,18 |
50 mg/kg BB selama 28 hari |
833,33abc |
430,36 |
50 mg/kg BB selama 35 hari |
816,67abcd |
38,19 |
50 mg/kg BB selama 42 hari |
741,67ab |
202,07 |
50 mg/kg BB selama 49 hari |
625,00ab |
139,19 |
150 mg/kg BB selama 28 hari |
875,00abc |
303,11 |
150 mg/kg BB selama 35 hari |
1 483,33e |
308,56 |
150 mg/kg BB selama 42 hari |
975,00bcd |
43,30 |
150 mg/kg BB selama 49 hari |
866,67abc |
14,43 |
450 mg/kg BB selama 28 hari |
816,67abc |
118,15 |
450 mg/kg BB selama 35 hari |
925,00abcd |
195,26 |
450 mg/kg BB selama 42 hari |
616,67ab |
76,38 |
450 mg/kg BB selama 49 hari |
541,67a |
62,92 |
Angka-angka pada kolom yang sama yang diikuti oleh huruf yang tidak sama berbeda nyata pada taraf uji 5% (uji selang berganda Duncan)
Senyawa aktif yang terkandung dalam ekstrak pegagan kemungkinan menyebabkan kerusakan terhadap sel-sel Sertoli, yang secara langsung terlibat dalam produksi spermatozoa dan kelangsungan spermatogenesis, sehingga kerusakan terhadap sel tersebut akan menyebabkan penghentian proses spermatogenik. Hal ini sejalan dengan hasil penelitian Obianime et al. (2010) yang meneliti pengaruh O. gratissimum pada mencit. Farnsworth dan Waller (1982) melaporkan bahwa sejumlah besar tanaman yang memiliki efek spermisid atau immobilisasi sperma memiliki kandungan saponin, flavonoid dan phenol. Demikian pula Ogbuewu et al. (2011) melaporkan bahwa efek spermisid dari tanaman merupakan hasil dari kandungan senyawa fitokima.
Spermatogenesis pada tikus putih terjadi kira-kira setiap 12 hari di dalam tubuli seminiferi, yang meliputi tahapan spermatogonium, spermatosit primer, spermatosit sekunder, apermatid awal, dan spermatid akhir. Periode ini merupakan seperempat waktu sesungguhnya yang diperlukan dalam proses lengkap spermatogenesis tikus jantan secara keseluruhan, yaitu 48 hari untuk produksi menjadi spermatozoa matang, yang akan dapat dilepaskan untuk fungsi fertilisasi setelah terjadi kopulasi (Johnson dan Barry 1998).
Hasil penelitian ini menunjukkan pula bahwa walaupun pemberian ekstrak pegagan sampai dengan dosis 450 mg/kg BB dan lama pemberian sampai 49 hari dapat menurunkan konsentrasi sperma, namun konsentrasi yang dihasilkan masih berada dalam kisaran yang dibutuhkan untuk berreproduksi, yaitu berkisar antara 500-800 juta sel/ml. Konsentrasi sperma pada penelitian ini lebih tinggi dibandingkan dengan yang dilaporkan oleh Salman dan Adesokan (2007) yaitu 55,83 juta sel/ml pada tikus kontrol dan 56,67-63,00 juta sel/ml pada tikus yang diberi ekstrak Enantia chlorantha. Demikian pula laporan Bachri et al. (2008) yaitu 110,46 juta sel/ml pada tikus kontrol dan sekitar 55,52-81,71 juta sel/ml pada tikus yang diberi perlakuan ekstrak akar senggani. Chauhan et al. (2008) melaporkan konsentrasi 56,6 juta sel/ml pada tikus kontrol dan 40,2 sel/ml pada tikus yang diberi ekstrak Aegle marmelos. Kachhawa et al. (2010) melaporkan konsentrasi sperma 73,83 juta sel/ml pada tikus kontrol, dan 18,55 juta sel/ml pada tikus yang diberi perlakuan Momordica dioica. Shajeela et al. (2011), melaporkan konsentrasi 501,14 juta sel/ml pada tikus kontrol dan sekitar 105,4-205,14 juta sel/ml pada tikus yang diberi ekstrak Dioscorea esculanta.
Abnormalitas
Abnormalitas sperma pascapemberian ekstrak pegagan dapat dilihat pada Tabel 6 yang menunjukkan adanya peningkatan abnormalitas pascapemberian ekstrak pegagan. Abnormalitas yang diamati pada penelitian ini yaitu berupa sperma dengan ekor melingkar dan sperma dengan kepala tanpa ekor. Hasil analisis ragam menunjukkan bahwa perlakuan kombinasi dosis dan lama pemberian tidak memberikan pengaruh yang berbeda nyata (p > 0,05) terhadap abnormalitas sperma, walaupun terjadi sedikit peningkatan abnormalitas.
Tabel 6. Rata-rata abnormalitas sperma dan simpangan baku pada berbagai perlakuan kombinasi dosis dan lama pemberian ekstrak pegagan
Perlakuan dosis dan lama pemberian |
Abnormalitas sperma (%) |
Simpangan baku |
0 mg/kg BB selama 28 hari |
1,58 |
0,25 |
0 mg/kg BB selama 35 hari |
2,08 |
0,13 |
0 mg/kg BB selama 42 hari |
4,75 |
0,84 |
0 mg/kg BB selama 49 hari |
2,75 |
0,37 |
50 mg/kg BB selama 28 hari |
2,50 |
0,14 |
50 mg/kg BB selama 35 hari |
6,92 |
0,47 |
50 mg/kg BB selama 42 hari |
2,67 |
0,12 |
50 mg/kg BB selama 49 hari |
2,75 |
0,62 |
150 mg/kg BB selama 28 hari |
4,43 |
0,70 |
150 mg/kg BB selama 35 hari |
5,08 |
0,59 |
150 mg/kg BB selama 42 hari |
2,17 |
0,05 |
150 mg/kg BB selama 49 hari |
4,83 |
0,50 |
450 mg/kg BB selama 28 hari |
4,00 |
0,44 |
450 mg/kg BB selama 35 hari |
5,48 |
0,84 |
450 mg/kg BB selama 42 hari |
5,25 |
1,09 |
450 mg/kg BB selama 49 hari |
4,58 |
0,56 |
Hasil ANOVA menunjukkan perlakuan tidak berbeda nyata (p > 0.05)
Hasil ini menunjukkan bahwa pemberian ekstrak pegagan tidak menyebabkan peningkatan abnormalitas sperma yang berarti, karena abnormalitas yang ditimbulkan masih dalam kisaran yang normal. Abnormalitas spermatozoa pada tikus yang sehat adalah ≤ 30% (Johnson dan Barry 1998). Berdasarkan hasil penelitian ini menunjukkan bahwa penggunaan ekstrak pegagan sampai dengan dosis 450 mg/kg BB dan lama pemberian sampai 49 hari tidak akan menyebabkan peningkatan abnormalitas sperma. Hal ini menunjukkan pula bahwa kandungan ekstrak pegagan tidak menyebabkan abnormalitas terhadap sperma berupa ekor melingkar atau kepala terputus dari ekor.
KESIMPULAN
Berdasarkan hasil-hasil penelitian yang diperoleh diambil beberapa kesimpulan sebagai berikut: 1) Dua tahap terakhir spermatogenesis (spermatid akhir dan spermatozoa) dan motilitas mengalami penurunan pascapemberian ekstrak pegagan; 2) Penurunan populasi spermatid akhir, konsentrasi dan motilitas sperma masih berada pada kisaran normal yang dibutuhkan untuk proses fertilisasi; 3) Dosis 450 mg/kg BB dan lama pemberian 49 hari belum memberikan efek infertil pada tikus jantan.
UCAPAN TERIMA KASIH
Penelitian ini didanai dari Ph.D Student Research Grant DIPA Biotrop Tahun 2012.
DAFTAR PUSTAKA
Bachri MS, Donatus IA, Wahyuono S. 2008. Pengaruh ekstrak akar senggani (Melastoma affine D.Don) terhadap motilitas dan jumlah sperma tikus. J Farmasi Indones. 4:88-95.
Barlow NJ, Philips SL, Wallace DG, Sar M, Gaido KW and Foster PM. 2003. Quantitative changes in gene expression in the fetal rat testis following exposure to di (n-butyl) phthalate. Toxicol Sci: 73:431-441.
Bhargava SK. 1989. Antiandrogenic effects of a flavonoid-rich fraction of Vitex negundo seeds: a histological and biochemical study in dogs. J Ethnofarmacol. 27:327-339.
Chakrabarti K, Pal S, Bhattacharyya AK. 2003. Sperm immobilization activity of Allium sativum L. and other plant extracts. Asian J Androl. 5:131-135.
Chauhan A, Agarwal M, Kushwaha S, Mutreja A. 2008. Antifertility studies of Aegle marmelos Corr., an Indian medicinal plant on male albino rats. Egypt J Biol.10:28-35.
Farnsworth NR, Waller DP. 1982. Current status of plant products reported to inhibit sperm. In research frontiers in fertility regulation. Zatuchni GI, editor. Evanston: Northwestern University. 1-16.
Haywood M, Spaliviero J, Jimenez M, King NJ, Handelsman DJ, Allan CM. 2003. Sertoli and germ cell development in hypogonadal mice expressing transgenic FSH alone or incombination with testosterone. Endocrinology. 144:509-517.
Heidari M, Jamshedi AH, Akhondzadeh SH, Ghaffari M, Sadeghi MR, Khansari MG. 2007. Evaluating the effects of Centella asiatica on spermatogenesis in rats. J Reprod Infertil. 7:367-374.
Hikim AP, Lue YH, Wang C, Reutrakul V, Sangsuwan R, Swerdloff RS. 2000. Posttesticular antifertility action of triptolide in the male rat: evidence for severe impairment of cauda epididymal sperm ultrastructure. J Androl. 21:431-437.
Johnson MH, Barry JE. 1998. Essential reproduction. London: Blackwell Science Ltd.
Joshi SC, Sharma A, Chaturvedi M. 2011. Antifertility potential of some medicinal plants in males: An overview. Int J Pharm Pharmaceu Sci. 3:204-217.
Kachhawa JBS, Sharma A, Gupta RS, Sharma KK. 2010. Evaluation of reversible contraceptive efficacy of methanol extract of momordica dioica root in male albino rats. J Repro Infertil. 1:71-78.
Lohiya NK, Kothari LK, Manivannan B, Mishra PK, Pathak N. 2000. Human sperm immobilization effect of Carica papaya seed extracts: an in vitro study. Asian J Androl. 2:103-109.
Noor MM, Ali NM. 2004. In vivo effects of Centella asiatica leaf extract on the histology of testis and sperm quality in mice. Sains Malaysiana. 33:97-103.
Ogbuewu IP, Unamba-Oparah IC, Odoemenam VU, Etuk IF, Okoli IC. 2011. The potentiality of medicinal plants as the source of new contraceptive principles in males. North Am J Med Sci. 3:255-263.
Salman TM, Adesokan AA. 2007. Sperm quality of male rats treated with aqueous extract of Enantia chlorantha stem bark. Afr J Biotechnol. 7:865-867.
Sathiyaraj K, Sivaraj A, Madhumitha G, Kumar PV, Saral AM, Devi K, Kumar BS. 2010. Antifertility effect of aqueous leaf extract of Aegle marmelos on male albino rats. Int J Curr Pharmaceu Res. 2:26-29.
Sewani-Rusike CR, Gundidza M. 2011. Antifertility effects of oldenlandia affinis in male rats-a preliminary study. Afr J Tradit Compl Altern Med. 8:425-428.
Shajeela PS, Mohan VR, Jesudas LL, Soris PT. 2011. Antifertility acitivity of ethanol extract of Dioscorea esculenta (L.) Schott on male albino rats. Int J Pharm Tech Res CODEN. 3:946-954.
Singh MP, Bajpai A, Mutha P, Tiwari M, Bhandari RS. 2011. An effective herbal approach to regulate fertility. Int J Biopharmaceu Toxicol Res. 1:154-196.
Spaliviero JA, Jimenez M, Allan CM, Handelsman DJ. 2004. LH receptor mediated effects on inhibition of spermatogenesis in gonadal deficiency mice are replicated by testosterone. Biol Reprod. 70:32-38.
Yunianto I, Das S, Noor MM. 2010. Antispermatogenic and antifertility effect of pegaga (Centella asiatica L) on the testis of male Sprague-Dawley rats. Clin Ter.161:235-239.
Zha SW, Sha J, Huang YF. 2008. Male antifertility drugs and cell apoptosis. Nat J Andro 14:75-78.
Zheng C, Qin L. 2007. Chemical components of Centella asiatica and their bioactivities. J Chinese Integ Med. 5:348-351.
TweetRefbacks
- There are currently no refbacks.
This work is licensed under a Creative Commons Attribution 4.0 International License.