Pengaruh Pengencer yang Berbeda Terhadap Kualitas Spermatozoa Sapi Hasil Sexing dengan Gradien Albumin (Putih Telur)
Ervandi M1, Susilawati T2, Wahyuningsih S2
1Jurusan Peternakan, Fakultas Peternakan,Universitas Brawijaya, Malang
E-mail: ervandi_husain@yahoo.co.id
2Laboratorium Reproduksi Ternak, Fakultas Peternakan, Universitas Brawijaya
(Diterima 3 Juni 2013 ; disetujui 12 Agustus 2013)
ABSTRACT
Ervandi M, Susilawati T, Wahyuningsih S. 2013. Effect of different diluents on the quality of sperm sexing cows with a gradient albumin (egg white). JITV 18(3): 177-184. DOI: 10.14334/jitv.v18i3.319.
Damage of spermatozoa membrane in sexing procces with albumin gradient can decrease the quality of spermatozoa, thus to solve that need diluents for protect spermatozoa membrane to make good quality. The aim of this research is to know the best diluents between Andromed and CEP2 (cauda epididymal plasma) + 0% of yolk to keep the quality of Limousin Cow's Spermatozoa from sexing procces with albumin's gradient. Parameters measured for the quality of spermatozoa were : spermatozoa motility, spermatozoa viability, spermatozoa abnormality, spermatozoa concentration, and spermatozoa motility, membrane integrity, spermatozoa capacity, and acrosom reaction. Observation of membrane integrity using HOS (Hypoosmotic Swelling Test), observation of capacity and acrosom reaction using fluoresen CTC (Chortetracycline) dye. Result show that Andomed diluents and CEP2 + 10% yolk in top layer and bottom (X) and (Y) layer can keep the quality of Limousin Cow's spermatozoa in sexing procces include spermatozoa motility (X 62,5%, Y 58%,) (X 56,5%, Y 55%), viability (X 91,64%, Y 91,51%) (X 89,87%, Y 93,51%, spermatozoa's concentration (X 643 million /ml, Y518 million /ml) (X648 million/ml, Y517 million/ml), total spermatozoa are motil (X373,60 juta/ml, Y187,80 million/ml) (X 296,03 miliion/ml, Y 187,38 million/ml) , and have low abnormality (X 4,11%, Y 4,38%), (X 6,42%, Y 4,04%). Andromed diluents and CEP2 + 10% yolk can keep the integrity of spermatozoa membrane (X 87,60%, Y 80,26%) (X 79,61%, Y 81,03%), remains well and have the spermatozoa are not yet capacitation(X 87,60%, Y83,71%) (X 79,61%, Y 81,03%) remains high, spermatozoa capacity (X 9,76%, Y 9,92%) (X 13,45%, Y 8,95%), dan acrosom reaction (X 4,11%, Y 4,38%), (X 6,42%, Y 4,04%) remains low. Andromed diluents was not different (P > 0,05) from CEP2 diluents + 10% yolk in keeping the quality of Limousin Cow Spermatozoa from the sexing process with albumin's gradient (egg white).
Key Words: Semen, Andromed, CEP+10% Yolk, Albumin's Gradient, Sexing
ABSTRAK
Ervandi M, Susilawati T, Wahyuningsih S.. 2013. Pengaruh pengencer yang berbeda terhadap kualitas spermatozoa sapi hasil sexing dengan gradien albumin (putih telur). JITV 18(3): 177-184. DOI: 10.14334/jitv.v18i3.319.
Kerusakan membran spermatozoa pada proses sexing dengan gradien albumin putih telur dapat menurunkan kualitas spermatozoa maka untuk itu dibutuhkan pengencer yang dapat melindungi membran spermatozoa sehingga menghasilkan kemasan semen cair yang mempunyai kualitas baik. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengencer terbaik diantara Andromed dan CEP2 (cauda epididymal plasma) + Kuning Telur 10% untuk mempertahankan kualitas spermatozoa Sapi Limousin hasil sexing dengan gradien albumin (putih telur). Variabel yang diukur untuk kualitas spermatozoa adalah persentase motilitas, viabilitas spermatozoa, abnormalitas spermatozoa, konsentrasi spermatozoa dan total spermatozoa yang motil, integritas membran, kapasitasi spermatozoa dan reaksi akrosom. Pengamatan integritas membran menggunakan HOS (Hypoosmotic Swelling Test), pengamatan kapasitasi dan reaksi akrosom spermatozoa menggunakan pewarna fluoresen CTC (Chlortetracycline). Semen yang digunakan berasal dari 3 pejantan Sapi Limousin di Balai Besar Inseminasi Buatan (BBIB) Singosari Malang. Analisis penelitian ini menggunakan Analisis Uji t berpasangan untuk mengetahui perbedaan perlakuan penggunaan pengencer pada setiap lapisan. Hasil penelitian menunjukkan pengencer Andromed dan CEP2 + kuning telur 10% pada lapaisan atas (X) dan bawah (Y) mampu menjaga kualitas spermatozoa Sapi Limousin hasil sexing meliputi motilitas (X 62,5%, Y 58%) (X 56,5%, Y 55%) viabilitas spermatozoa (X 91,64%, Y 91,51%) (X 89,87%, Y 93,51%), konsentrasi (X 643 juta/ml, Y 518 juta/ml) (X 648 juta/ml Y517 juta/ml), total spermatozoa motil (X 373,60 juta/ml, Y 187,80 juta/ml) (296,03 juta/ml, 187,38 juta/ml), dan mempunyai abnormalitas rendah (6,69% , 8,57%) (X 9,59%, Y 8,45%). Pengencer Andromed dan CEP2 + kuning telur 10% dapat menjaga integritas membran spermatozoa tetap baik (X 87,60%, Y 80,26%) (X 79,61%, Y 81,03%), dan spermatozoa belum kapasitasi tetap tinggi (X 87,60%, Y 83,71%) (X 79,61%, Y81,03%), kapasitasi spermatozoa (X 9,76%, Y 9,92%) (X 13,45%, Y 8,95%), dan reaksi akrosom spermatozoa tetap rendah (X 4,11% ,Y 4,38%) (X 6,42% ,Y 4,04%). Pengencer Andromed tidak terdajadi perbedaan (sama) (P > 0,05) dengan pengencer CEP2+kuning telur 10% dalam mempertahankan kualitas spermatozoa Sapi Limousin hasil sexing dengan gradien albumin (putih telur).
Kata Kunci: Semen, Andromed, CEP2 + Kuning Telur 10%, Gradien Albumin, Sexing
PENDAHULUAN
Usaha ternak sapi potong di Indonesia membutuhkan perhatian khusus terkait dengan upaya untuk mempertahankan dan menunjang peningkatan produksi. Pengembangan teknologi reproduksi seperti Inseminasi Buatan (IB) dengan implementasi teknologi sexing telah dilakukan. Teknologi sexing adalah proses pemisahan spermatozoa X dan Y, merupakan salah satu teknologi untuk memperoleh kelahiran pedet sesuai dengan yang diinginkan (Susilawati 2003a).
Berbagai macam metode sexing telah digunakan antara lain metode sedimentasi (albumin column), sentrifugasi garadien densitas (percoll), (sphadex kolom), (flow cytometric). Metode sexing dengan menggunakan albumin (putih telur) pelaksanaannya mudah, bahannya mudah diperoleh serta harganya murah. Hasil penelitian Susilawati (2002) menunjukkan, bahwa penggunaan putih telur cukup efektif sebagai bahan pemisahan spermatozoa X dan Y dengan perolehan menghasilkan proporsi spermatozoa Y pada lapisan bawah sebesar 75,8 ± 13%. Setelah diinseminasikan pada sapi Peranakan Ongole (PO) diperoleh kebuntingan 40% (Susilawati 2003b).
Kerusakan membran spermatozoa pada proses sexing dapat menurunkan kualitas spermatozoa. Hasil penelitian Susilawati (2000) menunjukkan, bahwa proses sentrifugasi ketika sexing menyebabkan terjadinya peningkatan konsentrasi ion kalsium (Ca2+) intraseluler pada spermatozoa. Selain itu terjadi gesekan antara spermatozoa dan medium pencuci menyebabkan terpisahnya spermatozoa dari seminal plasma yang mengakibatkan pembentukan reactive oxygen species (ROS) dan berpengaruh terhadap kualitas spermatozoa. Oleh sebab itu, untuk spermatozoa yang di sexing dengan gradien albumin putih telur dibutuhkan pengencer yang dapat melindungi membran spermatozoa agar kualitasnya tetap baik (Susilawati 2002).
Andromed sebagai pengencer, mengandung lesitin yang berasal dari ekstrak kacang kedelai yang berperan penting pada proses semen cair. Dilaporkan bahwa Andromed mengandung lesitin yang cukup tinggi, yakni sebanyak 6,76 g/100 ml. Hasil penelitian Aku. (2005) didapatkan bahwa disamping lesitin, Andromed juga mengandung protein, karbohidrat, mineral (natrium, kalsium, kalium, magnesium, klorida, fosfor), asam sitrat, gliserol, lemak, dan glyceryl phosphoryl choline (GPC). Seluruh bahan-bahan yang terkandung didalam pengencer semen Andromed tersebut merupakan bahan-bahan yang telah umum digunakan dalam menyusun pengencer semen selama ini. Aku (2005) menambahkan bahwa pengencer Andromed menghasilkan rata-rata kualitas semen lebih baik dibandingkan dengan pengencer tris-kuning telur. Penggunaan Andromed memerlukan biaya relatif mahal, sehingga diperlukan bahan pengencer alternatif dengan harga yang lebih murah.
Saat ini sedang dikembangkan pengencer CEP2 (cauda epididymal plasma) yang memiliki komposisi biokimia sama dengan cauda epididymal plasma dari sapi. Pengencer ini dapat menjadi alternatif pilihan selain pengencer Caprogen. Berdasarkan hasil penelitian, spermatozoa yang disimpan dalam CEP2 (tanpa penambahan gas N2 dan katalase) bergerak lebih cepat dan lebih lurus dibandingkan dengan pengencer Caprogen dan Tris (Verbercmoes et al.2005). Penambahan kuning telur 10% pada pengencer CEP2 terbukti dapat memperpanjang masa penyimpanan spermatozoa sapi pada suhu 50C dari hari ke hari, dengan persentase motilitas sebesar 48% (Verbercmoes et al. 2004). Kuning telur merupakan bagian dari telur yang memiliki fungsi memberikan nutrisi bagi spermatozoa dan sudah lama dimanfaatkan sebagai salah satu komponen dalam campuran pengencer semen. Fungsi kuning telur di dalam pengencer adalah sebagai salah satu krioprotektan (pelindung dari kejutan dingin) dan sumber energi (Rizal 2006). Penambahan kuning telur pada pengencer CEP2 mampu melindungi spermatozoa dari ROS, melindungi integritas membran dan mempertahankan keutuhan ultrastruktur membran spermatozoa (Ducha 2012). Oleh sebab itu, Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui pengencer terbaik diantara Andromed® dan CEP2+kuning telur 10%, untuk mempertahankan kualitas spermatozoa Sapi hasil sexing dengan gradien albumin (putih telur).
MATERI DAN METODE
Penelitian telah dilaksanakan mulai bulan Nopember sampai dengan Desember 2012. Proses sexing, uji kualitas spermatozoa dan HOS (Hypoosmotic Swelling Test), dilakukan di Laboratorium Reproduksi Fakultas Peternakan, Universitas Barawijaya Malang, sedangkan pengamatan spermatozoa dengan pewarnaan CTC (Chortetracycline) menggunakan mikroskop Epi-fluorescence dilakukan di Jurusan Biologi, Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam, Universitas Brawijaya Malang.
Sampel semen yang digunakan yaitu semen segar yang berasal dari 3 ekor pejantan Sapi Limousin yang dipelihara di Balai Besar Inseminasi Buatan (BBIB) Singosari. Semen yang digunakan memiliki kriteria motilitas massa ≥ 2+ dan motilitas individu ≥70%, dengan frekuensi penampungan semen satu minggu dua kali. Semen dikoleksi dengan menggunakan teknik vagina buatan, dan selanjutnya diuji kualitasnya meliputi pemeriksaan makroskopis meliputi volume, warna, bau, dan pH sedangkan mikroskopis meliputi motilitas, viabilitas, abnormalitas, konsentrasi, total spermatozoa motil, integritas membran, spermatozoa belum kapasitasi, kapasitasi spermatozoa, dan reaksi akrosom (Susilawati 2011).
Pembuatan pengencer
Pengencer Andromed terdiri dari aquabidest, fruktose, glycerol, asam sitrat, buffer, phosifolipid, spectynomicine, lincomicine 15 mg ,tylocin 15 mg, gentamycine 25 mg (Susilawati 2011) dibuat dengan cara menambahkan Andromed dengan aquabidest perbandingan 1 : 4 kemudian dihomogenkan. Dimasukkan dalam waterbath dengan suhu 370C.
Pengencer CEP2 yang telah dikembangkan oleh Verberckmoes et al. (2004).
Tabel 1. Komposisi penyusun pengencer CEP2 +kuning telur 10%
Bahan |
Unit |
NaCl |
15 mmol/1 |
KCl |
7 mmol/1 |
CaCl2 (H2O)2 |
3 mmol/1 |
MgCl2((H2O)6 |
4 mmol/1 |
NaHCO3 |
11,9 mmol/1 |
NaH2PO4 |
8 mmol/1 |
KH2Po4 |
20 mmol/1 |
Fruktosa |
55 mmol/1 |
Sorbitol |
1 g/1 |
BSA |
2 g/1 |
TRIS |
133,7 mmol/1 |
Gentamicin |
0,05 g/1 |
Asam sitrat |
42,9 mmol/1 |
Osmolaritas |
320 (mOsm) |
pH 6,6 |
Sumber: Verberckmoes et al. (2004)
Proses pembuatan dilakukan dengan cara mencampur bahan-bahan yang terdapat pada Tabel 2 dengan diionizer water (DI) menggunakan magnetic stirrer, kecuali BSA ditambahkan ketika CEP2 akan digunakan. Kemudian dilakuakan adjust pH agar CEP2 memiliki pH 6,6. Pada pengencer CEP2 kemudian ditambahkan kuning telur 10% dengan cara memasukkan 10 ml kedalam 90 ml CEP2, pencampuran dilakukan menggunakan magnetic stirrer selama 30 menit. Pengencer CEP2 yang telah ditambahkan kuning telur kemudian disentrifugasi pada kecepatan 1500 rpm selama 30 menit, supernatant dipindahkan dalam tabung reaksi baru sedangkan pellet dibuang. Sentrifugasi ini dilakukan sebanyak 4 kali, yaitu 2 kali pada hari pertama dan 2 kali pada hari kedua. Penambahan BSA sebanyak 2 g/1 dilakukan dengan cara diaduk menggunakan pengaduk kaca. Pengencer CEP2 dengan bahan tambahan kuning telur 10% disimpan dalam refrigerator suhu 5°C kemudian pengencer CEP2 + kuning telur 10% siap untuk digunakan.
Pemisahan Spermatozoa
Putih telur (bagian yang encer) dipisahkan dari kuning telur dengan cara disaring dan tidak boleh diaduk. Pengencer Andromed® dan CEP2 + kuning telur 10% masing-masing dicampur dengan putih telur menggunakan mikropipet (pipeting). Perbandingan konsentrasi putih telur dengan pengencer Andromed dan CEP2 + kuning telur 10% terdapat pada tabel 2 dan 3.
Gradien albumin disusun mulai dari konsentrasi putih telur 50%, 30% dan 10% dengan volume masing-masing 1,5 ml. Semen diencerkan dengan (perbandingan 1 : 1), kemudian diambil 1 ml untuk dimasukkan ke dalam gradien dan diinkubasi selama 20 menit pada suhu ruang. Kemudian dilakukan pencucian dengan cara mengambil 1 ml semen pada lapisan atas dan lapisan bawah, masing-masing dimasukkan ke dalam 3 ml pengencer. Dilakukan sentrifugasi dengan kecepatan 1500 rpm selama 5 menit. Supernatannya dibuang 2 ml dan pellet disisakan 2 ml, Subyek kemudian dilakukan uji kualitas meliputi: motilitas individu, konsentrasi spermatozoa, viabilitas, abnormalitas, dan spermatozoa motil (Susilawati 2003b).
Tabel 2 Perbandingan konsentrasi albumin dengan pengencer Andromed®
Gradien albumin (%) |
Volume albumin (ml) |
Volume pengencer Andromed (ml) |
Volume total (ml) |
10% |
0,15 |
1,35 |
1,5 |
30% |
0,45 |
1,05 |
1,5 |
50% |
0,75 |
0,75 |
1,5 |
Tabel 3 Perbandingan konsentrasi albumin dengan pengencer CEP2 + kuning telur 10%
Gradien Albumin (%) |
Volume albumin (ml) |
Volume pengencer CEP2 + kuning telur 10% (ml) |
Volume total (ml) |
10 % |
0,15 |
1,35 |
1,5 |
30 % |
0,45 |
1,05 |
1,5 |
50 % |
0,75 |
0,75 |
1,5 |
Evaluasi integritas membran plasma dapat diuji dengan menggunakan HOS (Samardzija et al. 2008). Spermatozoa belum kapasitasi, kapasitasi dan reaksi akrosom diamati menggunakan pewarna CTC (Susilawati 2011).
Data yang berbentuk persentase ditransformasi, dengan ketentuan:
a. Data persentase yang menyebar antara 0%-30% atau 70%-100% tidak perlu ditansformasi ke arcsin, cukup ditransformasi akar kuadrat.
b. Data penyebaran antara 30-70% tidak perlu ditansformasikan (Sastrosupadi 2000). Data kemudian diuji dengan teknik analisa sebagai berikut: Analisis yang digunakan adalah uji T berpasangan untuk mengetahui perbedaan perlakuan penggunaan pengencer pada setiap lapisan.
HASIL DAN PEMBAHASAN
Kualitas semen segar
Data hasil evaluasi semen segar yang digunakan dapat dilihat pada Tabel 1.
Tabel 4. Rata-rata kualitas semen segar Sapi Limousin
Parameter |
Rerata ± SD |
Makroskopis |
|
Volume |
5,00±1,15 |
pH |
7±0,00 |
Warna |
Putih kekuningan |
Mikroskopis |
|
Motilitas massa |
++ |
Motilitas individu (%) |
70±0,00 |
Viabilitas (%) |
92,12±1,42 |
Abnormalitas (%) |
5,54±3,59 |
Konsentrasi (106/ml) |
1437,5±450,31 |
Integritas membran (%) |
88,59±3,74 |
Belum kapasitasi (%) |
87,55±3,79 |
Kapasitasi (%) |
9,37±2,86 |
Reaksi akrosom (%) |
3,08±1,01 |
Berdasarkan hasil pegamatan karakteristik Spermatozoa Segar dimaksudkan untuk mengetahui kelayakan spermatozoa untuk diproses sexing. Hasil pengamatan menunjukkan bahwa karakteristik spermatozoa segar tersebut memenuhi syarat kualitas untuk diolah pada proses sexing tahap selanjutnya.
Kualitas spermatozoa hasil sexing dengan menggunakan gradien albumin (putih telur) menggunakan perlakuan pengencer andormed dan CEP2+ kuning telur 10 %
Hasil uji Kualitas spermatozoa hasil sexing
Pada tabel 5 menunjukkan pengamatan spermatozoa hasil sexing dengan menggunakan pengencer Andromed® dapat menjaga motilitas spermatozoa pada lapisan atas (X) menunjukkan perbedaan yang nyata dengan pengencer CEP2 +kuning telur 10% (P < 0,05). Sedangkan pada lapisan bawah (Y) pengencer Andromed® dan pengencer CEP2 + kuning telur 10% menunjukkan tidak berbeda nyata (P > 0,05). Persentase motilitas spermatozoa hasil sexing dengan menggunakan pengencer Andromed® dan CEP-2 + kuning telur 10% pada lapisan atas adalah spermatozoa X lebih tinggi dibandingkan dengan lapisan bawah adalah spermatozoa Y. Hal ini disebabkan karena pada saat sexing spermatozoa X lebih lambat bergerak dibandingkan dengan spermatozoa Y, sehingga spermatozoa X hanya bisa sedikit menembus lapisan tengah gradien, sebagian besar spermatozoa X berada pada lapisan atas. Sementara itu, spermatozoa Y mampu menembus konsentrasi putih telur secara bertingkat antara 10%, 30%, dan 50% yang menyebabkan spermatozoa Y mengeluarkan banyak energi untuk menembus gradien. Hasil penelitian sexing dengan albumin menunjukkan bahwa pengencer Andromed® dan CEP2 + kuning telur 10% dapat mempertahankan motilitas spermatozoa lebih tinggi jika dibandingkan dengan pengencer Tris Fruktose yaitu 46,04±3,54% dan pengencer Tris Rafinose 50,20±7,07% (Arifiantini et al.2005), sehingga pengencer Andormed® dan CEP-2+kuning telur 10% mampu menjaga dan mempertahankan motilitas spermatozoa.
Tabel 5. Kualitas spermatozoa setelah sexing menggunakan perlakuan pegencer andromed dan CEP2+Kuning Telur 10%
Parameter |
Lapisan atas spermatozoa (X) |
Lapisan bawah spermatozoa (Y) |
||
Andromed |
CEP2 + kuning telur10% |
Andromed |
CEP2 + kuning telur 10% |
|
Motilitas (%) |
62,50a ±4,25 |
56,50b ±5,80b |
58a ±6,75 |
55a ± 5,27 |
Viabilitas (%) |
91,64a ±2,38 |
89,87a ±4,77 |
91,51a ±2,41 |
93,51a ±2,27 |
Abnormalitas (%) |
6,69a ±3,52 |
9,59a ±3,46 |
8,57a ±4,73 |
8,45a ±3,51 |
Konsentrasi (juta/ml) |
643a ±204,83 |
648a ±191,36 |
518a ±103,47 |
517a ±146,59 |
Spermatozoa motil (juta/ml) |
373,60a ±70,33 |
296,03a ±94,74 |
187,80a±41,80 |
187,38a ±59,00 |
Integritas membran (%) |
87,60a ±4,47 |
79,61a ±6,83 |
80,85a ±7,45 |
80,26a ±4,32 |
Belum kapasitasi (%) |
87,60a ±4,18 |
79,6 a ±4,48 |
83,71a ±6,31 |
81,03a ±4,61 |
Kapasitasi (%) |
9,56a ±2,01 |
13,45a ±4,91 |
9,92a ±4,68 |
8,95a ±3,10 |
Reaksi akrosom (%) |
4,11a ±2,65 |
6,42a ±1,16 |
4,38a ±2,16 |
4,04a ±1,89 |
Superskrip huruf yang berbeda pada baris yang sama menunjukkan perbedaan yang nyata (P < 0,05)
Bahan pengencer yang berupa fruktosa dan asam sitrat yang terkandung dalam pengencer Andromed® dan CEP-2+kuning telur 10% dapat berperan sebagai sumber energi bagi spermatozoa (Yulnawati 2008;Verberckmoes et al. (2004). Sehingga spermatozoa mempunyai energi yang cukup untuk bergerak dan menormalkan kondisi fisiologisnya dalam menembus tiga gradien albumin putih telur.
Hasil sexing dengan menggunakan pengencer Andormed® dan CEP-2 + kuning telur 10% dapat menjaga viabilitas spermatozoa pada lapisan atas (X) menunjukkan tidak berbeda nyata (P > 0,05). Sementara itu, pada lapisan bawah (Y) pada pengencer Andromed® dan CEP2+kuning telur 10% menunjukkan tidak berbeda nyata (P > 0,05). Hal ini menunjukkan bahwa pengencer Andromed® dan CEP-2+kuning telur 10% dapat mengurangi viabilitas spermatozoa sesudah sexing, disebabkan karena pengencer Andormed® dan CEP-2+kuning telur 10% dapat melindungi membran spermatozoa, sehingga permeabilitas membrannya tetap normal dan stabil. Hasil penelitian Aku (2005) dilaporkan bahwa pengencer Andromed® mengandung lisitin yang cukup tinggi dan mengandung fruktosa yang mempunyai peranan penting sebagai sumber energi bagi spermatozoa, sehingga dapat hidup dan membran spermatozoa tetap normal. Pengencer CEP-2+kuning telur 10% pada lapisan bawah lebih baik dari pengencer Andromed® dalam menjaga viabilitas spermatozoa, disebabkan karena pengencer CEP-2+kuning telur 10% dimodifikasi untuk meningkatkan osmolaritas sama seperti cauda epididimis sapi yang mampu menyimpan selama 45 hari dalam keadaan normal (Verberckmoes et al. 2004). Susilawati (2002) BSA dan kuning telur sebagai komponen makromelekul yang berperan dalam melindungi permeabilitas dan integritas selubung lipoprotein penyusun membran spermatozoa.
Pada Tabel diatas menunjukkan hasil sexing dengan menggunakan pengencer Andromed® dan CEP-2+kuning telur 10% dapat menjaga abnormalitas spermatozoa pada lapisan atas (X) menunjukkan tidak berbeda nyata (P > 0,05). Sementara itu, pada lapisan bawah (Y) pengencer Andromed® dan CEP2+kuning telur 10% menunjukkan tidak berbeda nyata (P > 0,05). Persentase abnormalitas spermatozoa setelah sexing menggunakan pengencer Andromed® dan CEP-2+kuning telur 10% sangat baik karena tidak lebih dari 20%. Tingginya abnormalitas dapat berpengaruh terhadap peningkatan fertilitas (Al-Makhzoomi 2008). Persentase abnormalitas setelah sexing disebabkan karena proses sentrifugasi saat pencucian spermatozoa. Sentrifugasi mengakibatkan tejadinya gesekan antara spermatozoa atau spermatozoa dengan medium pemisah maupun dengan dinding tabung. Hal ini menyebabkan persentase abnormalitas spermatozoa dan kerusakan membran spermatozoa meningkat (Sujoko et al. 2009). Pengencer CEP-2 ditambah kuning telur 10% lebih baik dari pengencer Andromed® dalam menjaga abnormalitas spermatozoa. Pengencer Andromed® dan CEP-2+kuning telur 10% dapat melindungi membran spermatozoa sehingga dapat meminimalisir abnormalitas spermatozoa adanya lesitin dan kuning telur yang mampu bekerja mempertahankan dan melindungi integritas selubung lipoprotein dari sel spermatozoa.(Susilawati 2002).
Hasil Sexing dengan menggunakan pengencer Andormed® dan CEP2+kuning telur 10% dapat menjaga konsentrasi spermatozoa pada lapisan atas (X) menunjukkan tidak berbeda nyata (P > 0,05). Sedangkan pada lapisan bawah (Y) pengencer Andromed® dan CEP-2+kuning telur 10% dapat menjaga konsentrasi spermatozoa menunjukkan tidak berbeda nyata (P > 0,05) Jika dibandingkan dengan hasil penelitian Sianturi et al. (2004) sexing dengan inkubasi selama 20 menit menggunakan pengencer tris sitrat buffer ditambah kuning telur menghasilkan konsentrasi spermatozoa pada lapisan atas mencapai 653,9±294,2 106/ml dan lapisan bawah mencapai 530,0±256,4 106/ml hal ini menunjukkan bahwa pengencer Andromed dan CEP-2+kuning telur 10% dapat mempertahankan konsentrasi spermatozoa hasil sexing lebih tinggi dibandingkan dengan pengencer tris sitrat buffer ditambah kuning telur. Lesitin dan fruktosa yang terkandung dalam pengencer melindungi membran spermatozoa sehingga integritas membran spermatozoa tetap normal (Dobranic et al. 2005). Spermatozoa dengan motilitas yang tinggi memiliki kemampuan memisah lebih besar dalam menembus medium albumin, sehingga menyebabkan konsentrasi spermatozoa juga tinggi (Susilawati 2002).
Pada Tabel diatas menunjukkan hasil sexing dengan menggunakan pengencer Andormed® dan CEP2+kuning telur 10% dapat menjaga spermatozoa motil pada lapisan atas (X) tidak berbeda nyata (P > 0,05). Sedangkan pada lapisan bawah (Y) pengencer Andromed® dan CEP-2+kuning telur 10% dapat menjaga spermatozoa motil menunjukkan tidak berbeda nyata (P < 0,05). Hal ini disebabkan karena spermatozoa motil berhubungan dengan konsentrasi spermatozoa. Konsentrasi spermatozoa pada lapisan atas lebih tinggi dibandingkan lapisan bawah. Hasil penelitian ini sesuai pendapat Susilawati (2002) menyatakan perbedaan motilitas spermatozoa pada lapisan atas dan lapisan bawah, disebabkan tingginya volume dan konsentrasi albumin putih telur. Konsentrasi spermatozoa pada tiap lapisan merupakan faktor yang mempengaruhi total spermatozoa, disebabkan konsentrasi berpengaruh langsung terhadap perhitungan total spermatozoa motil (Saili 2000). Adanya makromelekul BSA yang terkandung dalam pengencer menjadikan spermatozoa menjadi motil progresif (Susilawati 2002). Maka pengencer Andromed® dan CEP-2+kuning telur 10% dapat menjaga motilitas dan juga konsentrasi spermatozoa lebih besar, dan dapat mempertahankan total spermatozoa motil dalam jumlah yang cukup banyak.
Pengamatan spermatozoa hasil sexing dengan menggunakan pengencer Andromed® dan CEP-2 + kuning telur 10% dapat menjaga integritas spermatozoa baik pada lapisan atas (X) menunjukkan tidak berbeda nyata (P > 0,05). Sedangkan pada lapisan bawah (Y) pengencer Andormed® dan CEP2+kuning telur 10% menunjukkan tidak berbeda nyata (P > 0,05) Hal ini disebabkan karena spermatozoa X dan Y banyak mengeluarkan energi untuk menembus gradien albumin putih telur yang pekat sehingga spermatozoa Y mengalami gangguan fisik dan kimiawi. Penelitian ini sama dengan yang dilakukan Saili (2000) karena spermatozoa X dan Y mengalami ganguan fisik dan kimiawi disebabkan banyak mengeluarkan energi untuk menembus tiap gradien. Jika dibandingkan dengan Hasil penelitian Afiati (2004) menyatakan sexing dengan menggunakan pengencer BO (Brackett-Oliphant) memperlihatkan spermatozoa yang memiliki membran baik pada lapisan atas 62,04% dan lapisan bawah 63,24%. Keadaan ini menujukkan bahwa pengencer Andromed® dan CEP-2+kuning telur 10% dapat mempertahankan dan melindungi membran spermatozoa dibandingkan dengan pengencer BO. Pada pengencer Andromed® peran lesitin sangat penting untuk melindungi integritas fospilipid penyusun membran. Menurut Sariozkan et al. (2010) komponen yang berpengaruh pada lesitin adalah LDL (Low Density Lipoprotein) yang menyerupai kuning telur, berperan melindungi intekritas fospolipid penyusun membran. Pada pengencer CEP-2 ditambah kuning telur 10% mengandung LDL (Low Density Lipoprotein), HDL (High Density Lipoprotein) dan lesitin (Belitz et al. 2009). Hasil penelitian Duchaet al, (2012) memperlihatkan penambahan kuning telur pada pengencer CEP2 dapat melindungi spermatozoa terhadap serangan ROS, sehingga memiliki integritas membran baik dan melindungi keutuhan ultrastruktur spermatozoa.
Pada Tabel diatas menunjukkan pengamatan spermatozoa hasil sexing dengan menggunakan pengencer Andromed® dan CEP-2 + kuning telur 10% dapat menjaga spermatozoa belum kapasitasi pada lapisan atas (X) menunjukkan tidak berbeda nyata (P > 0,05). Sedangkan pada lapisan bawah (Y) pengencer Andromed® dan CEP2+kuning telur 10% menunjukkan tidak berbeda nyata (P > 0,05). Hal ini disebabkan persentase spermatozoa belum kapasitasi lapisan atas dan bawah telah mengalami kapasitasi dan reaksi akrosom. Hasil penelitian Aku (2005) menyatakan bahwa sexing dengan gradien albumin BSA menggunakan pengencer Andromed® memperlihatkan spermatozoa belum kapasitasi pada lapisan atas 3% dan lapisan bawah 4% Hasil ini menunjukkan bawah pengencer Andromed® dan CEP-2+kuning telur 10% dapat menjaga spermatozoa belum kapasitasi yang lebih tinggi dibandingkan sexing dengan gradien albumin BSA. Spermatozoa belum kapasitasi menandakan bahwa spermatozoa tersebut memiliki membran yang masih utuh dan normal, artinya tidak mengalami perubahan distribusi dan komposisi lipid dan fospolipid penyusun membran plasma (Felix et al. 2004).
Hasil pengamatan spermatozoa hasil sexing dengan menggunakan pengencer Andromed® dan CEP-2+kuning telur 10% dapat menjaga kapasitasi spermatozoa pada lapisan atas (X) menunjukkan tidak berbeda nyata (P > 0,05). Sedangkan pada lapisan bawah (Y) pengencer Andromed® dan CEP2+kuning telur 10% menunjukkan tidak berbeda nyata (P > 0,05). Proses terjadinya kapasitasi spermatozoa disebabkan karena proses sentrifugasi dan pencucian spermatozoa. Proses sentrifugasi menyebabkan hilangnya decapacitation factor (DF) dari membran spermatozoa. Hasil ini sesuai penelitian Safitri (2011) hilangnya faktor dekapasitasi akibat sentrifugasi menyebabkan spermatozoa mengalami kapasitasi dan reaksi akrosom. Rendahnya persentase kapasitasi spermatozoa menandakan bahwa penegncer Andromed® dan CEP-2+kuning telur 10% mampu melindungi membran spermatozoa pada saat sexing. Hal ini ditunjukkan dengan membran yang stabil dan pengaturan regulasi ion Ca2+ yang berjalan normal sehingga spermatozoa diminimalisir (Fraser 1998). Pengencer CEP-2+kuning telur 10% lebih baik dibandingkan dengan pengencer Andromed® dalam menjaga kapasitasi spermatozoa hal ini disebabkan adanya BSA yang terkandung dalam CEP-2+kuning telur 10%. Hasil ini sesuai penelitian Alvarenga et al. (2004) BSA merupakan makromelekul yang berperan mengikat Ca2+, mencegah masuknya Ca2+ intraseluler ketingkat toksit bagi spermatozoa, sehingga viabilitas,motilitas, dan spermatozoa belum kapasitasi dipertahankan tetap tinggi.
Pada tabel diatas menunjukkan pengamatan spermatozoa hasil sexing dengan menggunakan pengencer Andromed® dan CEP-2+kuning telur 10% dapat menjaga reaksi akrosom spermatozoa pada lapisan atas (X) menunjukkan tidak berbeda nyata (P > 0,05). Sedangkan pada lapisan bawah (Y) pengencer Andromed® dan CEP2+kuning 10% menunjukkan tidak berbeda nyata (P > 0,05).
Proses terjadinya reaksi akrosom spermatozoa disebabkan karena pada saat proses sentrifugasi yang menyebabkan perubahan fungsi membran akibat berkurangnya membran yang utuh (Pratiwi et al. 2006). Naz dan Rajesh (2004) menambahkan menurunnya fungsi membran sebagai kontrol terhadap system transport akibat sentrifugasi menyebabkan permeabilitas membran terhadap ion Ca2+ sehingga konsentrasi ion Ca2+ intraseluler meningkat. Penggunakan pengencer CEP-2+kuning telur 10% hasil sexing lebih tinggi dibandingkan dengan pengencer Andromed® dalam menjaga reaksi akrosom spermatozoa, hal ini disebabkan pengencer CEP-2+kuning telur 10% mengandung kuning telur, lesitin dan lipoprotein yang memiliki makromelekul yang besar yang tidak dapat menembus membran spermatozoa dan berfungsi untuk melindungi dan mempertahankan integritas selubung lipoprotein penyusun membran spermatozoa (Susilawati 2002). Keadaan ini menandakan bahwa sebagian besar spermatozoa masih belum mengalami perubahan reaksi akrosom yang berarti spermatozoa masih memiliki membran yang utuh. Jika dibandingkan dengan hasil penelitian Sianturi et al. (2004) sexing dengan menggunakan albumin putih telur menggunakan pengencer tris sitrat buffer ditambah 20% kuning telur memperlihatkan hasil spermatozoa yang mempunyai tudung akrosom yang utuh pada lapisan atas 77,9% dan lapisan bawah 79,0%. Hasil ini menunjukkan bahwa pengencer Andromed® dan CEP-2 + kuning telur 10% dapat melindungi tudung akrosom dibandingkan dengan pengencer tris sitrat buffer ditambah 20% kuning telur.
KESIMPULAN
Hasil Sexing dengan gradienalbumin (putih telur)menggunakan perlakuan pengencer Andromed dan CEP2+kuning telur 10% tidak terjadi perbedaan (sama) dalam mempertahankan kualitas spermatozoa meliputi motilitas, viabilitas spermatozoa, konsentrasi spermatozoa, total spermatozoa motil, dan abnormalitas yang didapatkan rendah. pengencer Andromed dan CEP2+kuning telur 10% dapat menjaga integritas membran, mempunyai spermatozoa belum kapasitasi tetap tinggi, kapasitasi spermatozoa dan reaksi akrosom tetap rendah.
DAFTAR PUSTAKA
Afiati F. 2004. Proporsi dan karakteristik spermatozoa x dan y hasil separasi kolom albumin. J Med Pet. 27:16-20.
Aku AS. 2005. Preservasi dan kriopreservasi semen domba garut (Ovis aries) dalam berbagai konsentrasi bahan pengencer berbabis lesitin nabati (tesis S2). [Bogor (Indones)]: Institut Pertanian Bogor.
Arifiantini I, Yusuf LT, Graha. 2005. Kaji banding kualitas semen beku sapi Friesian Holstein menggunakan pengencer dari berbagai Balai Inseminasi Buatan di Indonesia.Buletin Peternakan. 28:53-61.
Alvarenga FCL, Graham JK, Alvarenga MA, Aquires EL. 2004. Calcium influx into equine and bovine spermatozoa during in vitro capacitation. J Anim Reprod. 1:96-105.
Belitz HDW, Grosch, Schieberle. 2009. Structure, physical properties and composition eggs. Food Chemistry. 546-561.
Dobranic T, Samardzija M, Cargolj MM, Pranovic N. 2005 Determination of membrane integrity of canine sperm. J Veterinarski Arhiv. 75:23-30.
Ducha N, Susilawati T, Aulaniam, Wahyuningsih S. 2013. Ultrastructure and ferlilizing ability of Limousin bull sperm after storage in CEP2 extender with and without egg yolk. Pakistan J Biol Sci. 15:979-985.
Fraser D. 1998. Animal ethics and the "New Perception" of animal agriculture. Animal Welfare Program, University of British Columbia. 10 Suppl. 1:22-30.
Felix R, Lopez-Gonzalez I, Munoz-Garay C, Darszon A. 2004. Ion channels and sperm function. Adv Mol Cell Biol. 32:407-431.
Garner DL, Hafez ESE, 2008. Spermatozoa and seminal plasma in reproduction. Edition. Hafez ESE, Lea and Febiger, editors. Philadelphia: 96-110.
Hafez ESE, Hafez B. 2000. X and Y Chromosome bearing spermatozoa in reproduction. Edition. Lippincott Williams and Wikins, editors. Philadelphia: 440-443.
Herdis, Surachman M, Yulnawati, Rizal M, Maheshwari H. 2008. Viabilitas dan keutuhan membran plasma spermatozoa epididimis Kerbau belang pada penambahan maltosa Dalam pengencer andromed. Badan Pengkajian dan Penerapan Teknologi (BPPT). Jakarta. J Indon Trop Anim Agric. 33:101-106.
Naz RK, Preeti BR. 2004. Review role of tyrosine posporylacion in sperm capacitation or acrosome reaction. J Reprod Biol Endoc. 2:75.
Pratiwi WC, Pamungkas D, Affandhy L, Hartati. 2006. Evaluasi kualitas spermatozoa hasil sexing pada kemasan straw dingin yang disimpan pada suhu 5°c selama 7 hari. Mathius IW, Sendow I, Nurhayati, Murdiati TB, Thalib A, Beriajaya, Suparyanto A, Prasetyo LH, Darmono, Wina E, Penyunting. Prosiding Seminar Nasional Teknologi Peternakan dan Veteriner. Bogor 5-6 September 2006. Bogor (Indones): Pusat Penelitian dan Pengembangan Peternakan. hlm. 143-150.
Rizal M. 2006. Pengaruh penambahan laktosa di dalam pengencer Tris terhadap kualitas semen cair domba Garut. J Pengembang Pet Trop. 31:224-231.
Safitri DH. 2011. Pengaruh lama sentrifugasi semen domba ekor gemuk terhadap persentase kapasitasi dan reaksi arosom spermatozoa. Artikel Ilmiah. Fakultas Kedokteran Hewan, Universitas Airlangga. Surabaya: 1-11.
Saili T, Toelihere RM, Arief B, Tappa B. 2000. Keefektifan albumen sebagai media pemisah spermatozoa sapi pembawa kromosom x dan y. Hayati: 106-109.
Samardzija M, Tomislav D, Suzana K, Marijan C, Martina K, Nikica P, Jurac G. 2008. The use of the hypoosmotic swelling test and supravital staining in evaluation of sperm quality in boars. Veterinarski Arhiv. 78:279-287.
Sariozkan SPB, Tuncer, MN Bucak. 2010. The Effects of Diluend Egg Yolk Concentration Used with Soy Bean Lechitin-Based - Extender on Semen Quality of Freeze Bull Semen. Eurasian J Veterinary Sci. 26:45-49.
Sastrosupadi A. 2000. Rancangan Percobaan Praktis Bidang Pertanian. Kanisius: Yogyakarta. 26-38.
Sianturi RG, Situmorang P, Triwulanningsih E, Sugiarti T, Kusumaningrum DA. 2004. Pengaruh Isobutil Metilxantina (IMX) dan waktu pemisahan terhadap kualitas dan efektifitas pemisahan spermatozoa dengan metode kolom albumin telur. JITV. 9: 246-251.
Sonjaya H, Hasbi, Sutomo, Hastuti. 2009. Pengaruh penambahan calcium ionophore terhadap kualitas spermatozoa kambing Boer hasil seksing. J Sains dan Teknologi. 5:90-101.
Susilawati T. 2000. Analisis membran spermatozoa sapi hasil filtrasi Sephadex dan sentrifugasi Gradient Densitas Percoll pada proses seleksi jenis kelamin (disertasi S3). [Surabaya (Indones)]: Universitas Airlangga.
Susilawati T. 2002. Pembekuan spermatozoa Sapi Limousin hasil sexing dengan gradient konsentrasi putih telur. Fakultas Peternakan. Universitas Brawijaya.
Susilawati T. 2003a. Inseminasi Buatan dengan spermatozoa beku hasil sexing pada sapi. Makalah dipresentasikan pada Kongres I Perkumpulan Teknologi Reproduksi Indonesia (PATRI) Denpasar-Bali.
Susilawati T. 2003b. Tingkat keberhasilan inseminasi buatan pada sapi peranakan ongole menggunakan semen beku hasil sexing dengan gradient konsentrasi putih telur. Fakultas Peternakan Universitas Brawijaya. Jurnal 'PROTEIN'. No.20 ISSN: 1410-3281, Juli-Desember 2003.
Susilawati T. 2011. Spermatology. Universitas Brawijaya (UB) Press. Malang.
Verberckmoes S, Van Soom A, de Kruif A. 2004. Storage of Fresh Bovine Semen in Diluent Based on the Ionic Composition of Cauda Epididymal Plasma. J Reprod Domestic Anim. 39:1-7.
Verbercmoes S, Van Soom A, Dewulf J, de Kruit A. 2005. Comparison of Three Diluents For The Storage of Fresh Bovine Semen. J Theriogenology. 63:912-922.
TweetRefbacks
- There are currently no refbacks.
This work is licensed under a Creative Commons Attribution 4.0 International License.